Header Ads

Jejak Sriwijaya: Pelabuhan dan Pengaruh Islam


Pada sekitar tahun 536 Masehi, di tepian Sungai Musi, berdiri sebuah pelabuhan internasional yang menjadi salah satu pusat perdagangan terbesar di kawasan Asia Tenggara. Pelabuhan ini bukan hanya menjadi tempat pengiriman barang-barang berharga seperti tanaman gaharu, rempah-rempah, pala, dan kapur barus, tetapi juga menjadi simbol kemajuan dan keterhubungan antar negara. Pelabuhan yang terletak di wilayah Sriwijaya ini menghubungkan Nusantara dengan berbagai negara seperti Yaman, Mesir, Cina, India, dan Persia. Sriwijaya sendiri adalah sebuah wilayah otonom yang berada di bawah kendali Kerajaan Melayu, Sribuja, yang dikenal sebagai kerajaan maritim yang memiliki pengaruh besar di kawasan ini.

Pada sekitar tahun 628 M, Sriwijaya menerima utusan dari Tanah Arab, yang dikenal dengan nama Akasyah bin Muhsin al-Usdi. Ia datang atas perintah Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan pesan dakwah Islam kepada penguasa Sriwijaya. Kedatangan Akasyah disambut baik oleh penguasa Sriwijaya karena ajaran Islam yang dibawa memiliki kesamaan dengan keyakinan monoteisme yang sudah dianut oleh sebagian bangsawan Sriwijaya. Ajaran monoteisme ini, yang dikenal dengan nama Ajaran Braham, adalah sebuah ajaran yang telah berkembang di Sriwijaya sejak lama, bahkan sebelum kedatangan Islam. Ajaran ini diyakini berasal dari Nabi Ibrahim, dan sangat berpengaruh di kalangan bangsawan Sriwijaya.

Fa Xian, seorang pengembara asal Cina yang mengunjungi Sriwijaya pada tahun 411 M, mencatat bahwa agama Braham sangat berkembang di wilayah ini. Bahkan pada masa itu, pengaruh ajaran Buddha di Sriwijaya tidak begitu besar, yang semakin menguatkan adanya keberadaan ajaran monoteisme. Dalam catatan sejarah lain, pada sekitar tahun 607 M, Sriwijaya yang dikenal dengan nama Sriboza juga dikatakan bercorak Brahminik, menunjukkan adanya hubungan kuat antara Sriwijaya dan tradisi monoteisme yang sudah ada di India.

Dakwah Islam di Sriwijaya terus berkembang, terutama melalui para pedagang dari Jazirah Arab yang secara aktif membawa ajaran Islam ke wilayah tersebut. Salah satu penguasa Sriwijaya, Sri Indrawarman, bahkan diperkirakan merupakan seorang Muslim. Ia dikenal memiliki hubungan baik dengan Khalifah Islam, Umar bin Abdul Aziz. Hal ini menunjukkan bahwa Sriwijaya bukan hanya sebuah kerajaan maritim yang kuat, tetapi juga memiliki hubungan yang erat dengan dunia Islam, baik dalam aspek perdagangan maupun dakwah.

Namun, selain pengaruh Islam yang semakin kuat, Sriwijaya juga mengalami peristiwa penting lainnya yang berkaitan dengan politik dan pemerintahan. Dalam sejarahnya, ditemukan bahwa beberapa penduduk Kerajaan Sriwijaya memiliki hubungan darah dengan keluarga kerajaan Persia. Hal ini tercatat dalam kitab sejarah Melayu, yang menyebutkan bahwa Demang Lebar Daun, pemimpin wilayah Palembang, merupakan keturunan dari Raja Nusirwan ‘Adil bin Kibad Syahriar, seorang raja Persia yang terkenal pada abad ke-6 M. Keberadaan keluarga kerajaan Persia ini di Sriwijaya diduga kuat akibat adanya konflik internal di Persia setelah wafatnya Raja Nusirwan ‘Adil.

Para bangsawan Persia yang melarikan diri ke Sriwijaya ini kemudian dimanfaatkan oleh penguasa Sriwijaya untuk memperkuat angkatan perang mereka. Sebagai instruktur militer, mereka memainkan peran penting dalam pelatihan pasukan Sriwijaya, yang semakin memperkokoh kekuatan militer kerajaan ini. Selain itu, untuk mendukung kekuatan angkatan perang, Sriwijaya juga mendirikan pangkalan militer di Minanga, yang terletak di tepian Sungai Komering. Pangkalan ini menjadi salah satu pusat strategis bagi kekuatan militer Sriwijaya dalam menghadapi ancaman dari luar.

Pada tahun 669 M, Sriwijaya dipimpin oleh Raja Dapunta Hiyang Sri Jayanaga, yang dikenal sebagai sosok yang sangat berwibawa dan memiliki kekuatan militer yang sangat terlatih. Di bawah kepemimpinannya, Sriwijaya mulai menaklukkan wilayah-wilayah di sekitarnya, termasuk Kerajaan Sribuja, yang menjadi kerajaan induk Sriwijaya. Keberhasilan Sri Jayanaga dalam memperluas kekuasaan dan memperkuat pengaruh Sriwijaya menandai kemajuan besar dalam sejarah kerajaan ini.

Selain itu, Sriwijaya juga menerima pelarian politik dari wilayah lain, termasuk Cina. Hal ini terjadi akibat pemberontakan yang terjadi di kalangan petani Muslim Cina terhadap kekuasaan Dinasti T’ang pada akhir abad ke-9 M. Mereka yang melarikan diri ke Sriwijaya membawa serta pengalaman dan keterampilan dalam bidang pertanian dan perdagangan yang kemudian berkontribusi pada kemajuan ekonomi Sriwijaya.

Sebagai kerajaan maritim yang kuat, Sriwijaya memainkan peran penting dalam jalur perdagangan internasional. Pelabuhan Sriwijaya tidak hanya menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan barang-barang berharga lainnya, tetapi juga menjadi pusat pertukaran budaya dan agama. Hal ini membuat Sriwijaya menjadi salah satu kerajaan yang paling maju dan berpengaruh di Asia Tenggara pada masa itu.


Seiring berjalannya waktu, Sriwijaya terus berkembang dan menjadi pusat peradaban di wilayah Asia Tenggara. Pengaruh Islam yang semakin kuat di wilayah ini memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan budaya dan peradaban di Nusantara. Dakwah Islam yang dibawa oleh para pedagang dan utusan seperti Akasyah bin Muhsin al-Usdi berhasil mengukir jejak yang mendalam dalam sejarah Sriwijaya, yang kemudian berdampak pada penyebaran Islam di seluruh Nusantara.

Kekuatan militer yang dimiliki Sriwijaya juga memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas kerajaan ini. Pasukan yang terlatih dengan baik, hasil dari kerja sama dengan bangsawan Persia dan pelarian politik dari Cina, mampu melindungi kerajaan dari ancaman eksternal. Selain itu, Sriwijaya juga dikenal sebagai pusat kebudayaan dan pembelajaran, yang menarik perhatian banyak pedagang dan pengembara dari berbagai belahan dunia.

Di sisi lain, pengaruh budaya Islam yang masuk ke Sriwijaya melalui jalur perdagangan memberikan dampak positif dalam perkembangan seni, sastra, dan ilmu pengetahuan di wilayah tersebut. Hal ini terlihat dari peningkatan kualitas kehidupan intelektual dan spiritual masyarakat Sriwijaya yang semakin berkembang seiring dengan masuknya ajaran Islam.

Keberhasilan Sriwijaya dalam menjalankan sistem perdagangan dan mempertahankan kekuasaannya menjadikannya sebagai kerajaan yang mampu bertahan dalam waktu yang lama. Meskipun akhirnya mengalami kemunduran, pengaruh Sriwijaya terhadap perkembangan sejarah Indonesia dan Asia Tenggara tetap terasa hingga hari ini.

Dalam konteks ini, sejarah Sriwijaya memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana perdagangan, politik, dan agama dapat berjalan beriringan untuk menciptakan sebuah peradaban yang maju dan berpengaruh. Melalui pelabuhan internasionalnya, dakwah Islam yang dibawa oleh para utusan Rasulullah, serta kebijakan politik yang bijaksana, Sriwijaya menjadi contoh bagaimana sebuah kerajaan maritim dapat berkembang pesat dan memberikan dampak besar terhadap sejarah kawasan ini.

Diberdayakan oleh Blogger.