Fokus Kelola Reksadana setelah Gagal Kelola Dana #Haji, #Paytren Diminta #BPKH Kembali Ajukan #Proposal
ilustrasi |
Yusuf mengatakan, ia baru menerima kabar bahwa BPKH menolak proposal PAM untuk mengelola dana haji dari lembaga tersebut. "Saya tidak tahu apa pertimbangannya. Dugaan saya, karena kami masih baru dan belum punya prestasi," ujarnya selaku Komisaris Utama PAM usai peluncuran Sistem Reksa Dana Online PAM (PayOR) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (5/6).
Meski demikian, BPKH memberi kesempatan kepada PAM untuk kembali mengajukan proposal dalam enam bulan ke depan. Ia pun membuka kemungkinan untuk mengajukan kembali.
Hanya, ia menekankan bawa perusahaannya memang tak ingin fokus mengejar nasabah besar atau korporasi, melainkan investor individu. Oleh karenanya, PAM fokus mengembangkam produk reksadana syariah “recehan” yang bisa dibeli masyarakat bahkan hanya dengan Rp 100 ribu saja. "Kalau yang ikut sampai 10 juta orang kan jadi sesuatu juga," kata dia.
Menurutnya, bisa menggaet banyak masyarakat untuk turut serta membeli reksadana adalah sebuah prestasi. Sebab, secara tidak langsung hal itu akan mengedukasi masyarakat untuk lebih bijak mengelola keuangannya, terutama untuk kepentingan di hari tua. "Keberkahannya beda (dengan korporasi)," ujarnya.
Ia pun berencana melibatkan pengguna uang elektronik besutan PT Veritra Sentosa Internasional (Treni) atau yang dikenal dengan Paytren untuk menjadi agen reksadana syariah dari PAM. Ia menghitung, setidaknya ada sekitar Rp 20-Rp 30 triliun floating fund yang akan berputar di Paytren uang elektronik jika penggunanya mencapai target 10 juta tahun ini.
Bila 10% saja dari jumlah uang beredar itu bisa disisihkan pengguna untuk membeli reksadana, maka dana kelolaan atau asset under management (AUM) PAM bisa mencapai Rp 2-Rp 3 triliun tahun ini. "Kami akan tunggu (hasilnya) sekitar 1-2 bulan ke depan," ujarnya.
Sekadar informasi, BPKH mengelola sebesar Rp 95,5 triliun dana haji per Desember 2017. Dengan kenaikan sekitar Rp 10 triliun per tahun, maka pada 2022 nilainya diperkirakan mencapai Rp 150 triliun. (sumber)
Post a Comment