Sultan Daulat Sambo dari Kerajaan Batu-batu Aceh Singkil dan Hubungannya dengan Sisingamangaraja XII
Sosok Sultan Daulat Sambo, Raja Batu-batu yang pernah bertahan memerangi Belanda di Singkil semakin terkuak dengan diterbitkannya beberapa buku biografinya.
Belakangan setelah diangkat menjadi Pahlawan Daerah akan diusulkan menjadi pahlawan Nasional.
Sultan Daulat dilaporkan berjasa besar membantu perjuangan Sisingamangaraja XII yang masih berhubungan dengan kekerajaan sinambelas.
Kerajaan Sinambelas adalah konfederasi 16 kerajaan di Singkil dan sekitarnya, baik di pesisir maupun pedalaman, yang masih punya hubungan dengan Pagaruyung namun berada dalam kedaulatan Aceh Darussalam.
Marga Sambo Sultan Daulat adalah khas puak Singkil dan tidak semestinya disebut Batak. Karena istilah Batak saat Belanda sudah berkuasa mengarah kepada Bataklanden yang terdiri dari Toba, Humbang, Silindung dan Samosir.
Menurut blog Oka Hutabarat meski mempunyai kesamaan, sistem pemargaan Batak Toba tidak sama dengan Batak Humbang, Batak Silindung maupun Batak Samosir.
Maka akan lebih beda pula dengan Pesisir Barus, Singkil, Mandailing, Pakpak, Karo, Simalungun dan lain-lain. Silahkan berdebat pada link di bawah ini.
Tidak semua bermarga adalah Batak walau semua Batak adalah bermarga. Namun sering terjadi kerancuan dalam sejarah misalnya saat orang-orang Eropa menyebut semua warga pedalaman di Sumatera sebagai Batak. Begitu juga anggapan semua Batak adalah Toba.
Hubungan Sisingamangaraja XII sendiri dengan Aceh bukan hal yang aneh. Dia merupakan murid dari Teungku Cik Pantee Geulima atau Syekh Ismail di Pidie yang mempunyai pesantren dengan nama yang sama, sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Dr. Muhammad Jamil, MA saat menjabat Direktur Bimas Islam Kementerian Agama RI.
Usai Sisingamangaraja XII gugur di Parlilitan pada 1907, sumbangsih dan dukungan Sultan Daulat terus dilakukan berkesinambungan.
Beberapa panglima Sisingamangaraja XII yang masih hidup meneruskan perjuangan dengan berdakwah Islam seperti Panglima Koser.
Informasi Belanda menjelaskan bahwa setahun setelahnya Panglima Koser Maha atau Pemahur Maha seorang Pertaki (kepala negeri) dari Kneppen (sekarang disebut Siempat Nempu) terus melanjutkan perjuangan dakwah Islam melawan penjajahan Belanda dan Misionarisnya.
Dia pergi ke rumah saudaranya di Batu-batu Singkil yang juga seorang Raja yang Muslim, yakni Sultan Daulat. Belanda melaporkan Panglima Koser kembali ke kampungnya dan berhasil membangun masyarakat Islam di Kenppen, Kuta Dallang, Kuta Tengah, Maha Bunga, Pengkirisen, Kutantuang, Tambahan, Kuta Taduk-Tanduk, Mbinara, Tuntung Batu, Kintara, Bintang dan wilayah lainnya khususnya di Siempat Nempu dan Silima Pungga-pungga.
Dia juga meminta Raja Runding untuk mengirim dai dan muballig dan dikirim Haji Ibrahim. Gerak-gerik mereka terus dipantau Belanda dan diberi label "Slimin" atau "Muslimin".
Dakwah di Dairi berbuah hasil dan dimulai pembangunan masjid besar-besaran di antaranya Masjid di Kenppen tahun 1914 yang sekarang bernama Masjid Muharram, Masjid Bintang (1918), Masjid Lama (1925) di Sidikalang.
Kaum muslimpun berkembang pesat sejak 1912 dan banyak yang melanjutkan studi ke luar seperti Abdullah Geruh Maha (Pangkoncil) dan Musa Lembeng yang pergi kuliah ke Kedah Malaysia dan kembali mengabdi di Dairi.
Ikut pula beberapa lainnya ke Kedah seperti Mukhtar Manik, Djabbar Sagala, Makleman Pasaribu dan Hasan Bauarea dan semua kembali ke kampung halaman menyebarkan agama.
Sejak kecil Raja Batu-batu ini telah belajar ilmu siasat perang kepada ayahnya Sutan Bagindo sambo.
Nama asli Sutan Bagindo adalah Raja Sarah Sambo, namun karena orang-orang Minangkabau yang lebih dahulu mendiami Lae Raso kalah bersiasat, maka mereka takluk kepada Raja Sarah dan memberinya gelar Sutan Bagindo.
Selain ahli ilmu siasat perang, Sultan Daulat juga ahli silat, kebal dan megegoh (memiliki tenaga yang luar biasa).
Usai naik turun gerilya lawan Belanda, Sultan Daulat kembali ke rahmatullah pada 1929 di Lae Batu-batu. Dia masih hidup saag Sumpah Pemuda dikumandangkan di Jawa pada 1928.
Dia dimakamkan di Lae Batu-batu. Namanya harum sebagai singa tanoh singkil bersama nama baik para panglimanya seperti panglima said, panglima cimpa, siti anbiya dll
Kini nama Sultan Daulat diabadikan menjadi sebuah nama kecamatan di Kota Subulussalam.
Sementara kerajaan Batu-batu menjadi sebuah mukim yang dipimpin oleh marga Sambo.
"Kita terus melalukan proses pemantapan untuk mengajukan Sultan Daulat sebagai Pahlawan Nasional," Kata Kepala Mukim Batu Batu, Arisman Sombo yang dikutip media ini pada Sabtu 17 Agustus 2019.
Mari berdoa untuk Sultan Daulat Sambo atas jasanya kepada Sumatera Utara.
Post a Comment